Seni cetak grafis adalah ujung tombak budaya material di dalam kehidupan sehari-hari. Kaos band, poster film, stiker, bungkus rokok, bungkus teh, zine, permainan papan (board game), art print, dan saudara tua komik khas Indonesia, seperti gambar umbul, adalah beberapa contoh di antaranya. Materialitas objek-objek tersebut menciptakan ruang-ruang sosial dan menumbuhkan lapak-lapak kecil layaknya jamur. Bahkan mendorong kita—seniman, kolektor, penikmat, ataupun publik luas—membuat daftar pilihan tentang cara untuk menikmatinya, atau membikin sesuatu yang baru darinya.
Karya cetak yang ditampilkan di bagian ini adalah koleksi para kontributor baik individu maupun komunitas dengan beragam latar belakang, mulai dari film, suporter sepak bola, hingga kolektif penerbitan. Material cetak menjadi pijakan mereka dalam melancarkan praktik dan semangatnya masing-masing—mulai dari pengarsipan mandiri hingga aktivisme warga, dari kegilaan atas koleksi pribadi hingga distribusi supaya dirasakan bersama.
Ragam visual yang hadir pun cukup variatif. Ada yang berkunjung ke grafis masa lalu, mengeksplorasi masa kini, sampai menjembatani antara yang lama dan baru, sehingga menjadi bahasa grafis hari ini. Elemen pengalaman langsung dan proses produksi cetak juga tidak terlewatkan. Seni cetak yang hidup selalu mengajak kita bermain-main, melibatkan seluruh indera kita, termasuk mengalami studio dengan proses reproduksi, penggandaan, dan modifikasi sebagai ruh yang menggerakkan.
Kunjungan ke masa lalu dimulai dari gambar umbul. Meskipun hampir tenggelam bersama ingatan orang dewasa, ia tetap menarik semangat para kolektornya untuk berpameran atau melakukan pertukaran di antara sesama penggemar. Aktivitas koleksinya betul-betul penghargaan pada seni cetak grafis masa lalu. Gambar umbul pada dasarnya adalah hasil adaptasi dari gambar kartu rokok yang berubah menjadi dolanan sejak masa kolonial. Ia kemudian berkembang dengan menyerap cerita tradisional seperti wayang dan budaya populer, hingga merambah ke komik dan film yang sedang ngetren di dekade-dekade berikutnya. Tak ayal, ia memiliki kesan timeless dan mendorong orang untuk berkreasi darinya.
Kemudian lewat koleksi poster film-film eksploitasi Indonesia tahun 1980an yang rilis di luar negeri—ketika para pesohor seperti Suzanna hingga Barry Prima berpose dalam poster dengan versi judul bahasa Prancis—telah menggerakkan kekaryaan sang kolektor. Poster ini mewakili kuatnya penceritaan kolase visual dan penggunaan desain yang berani untuk menonjolkan elemen-elemen tertentu dari isi film. Suasana supranatural, mistik, seks, dan kekerasan mendominasi citra poster film pada era ini. Meskipun dikritik sebagai film yang problematis karena hanya menjual unsur-unsur tersebut, nyatanya film-film ini menjadi sebuah kultus (cult), diburu oleh sekelompok penggila film eksploitasi dari seluruh dunia. Terobosan efek visual dan imajinasi yang hadir sangat epik dan melampaui zaman. Poster dan film-film ini tidak hanya berpengaruh bagi sang kolektor yang notabene bekerja sebagai seniman, tetapi juga membentuk logika artistik dari karya-karyanya.
Sowan ke masa kini, kita bertemu dengan seri VeloPoster. Seri ini terinspirasi dari budaya bersepeda. Seniman dengan latar belakang yang beragam seperti graffiti, desain grafis, seni rupa, dan musik turut membagikan dan memproyeksikan budaya bersepeda ke dalam kertas. Bersama-sama, mereka berbagi kecintaan pada kegiatan bersepeda yang bukan hanya gaya hidup, tetapi juga sarana menjaga kesehatan. VeloPoster mengajak penikmat seni dan pecinta sepeda untuk menikmati karya cetak ini dalam medium yang segar dan kreatif.
Dalam konteks yang berbeda, zine cetak juga menjadi medium bagi BawahSkor, kelompok yang mengabarkan berita, pandangan, dan aspirasi para pecinta sepak bola. Praktik cetak zine ini tidak bisa dipisahkan dari praktik sosial para penggemar sepak bola yang aktif dalam mengomentari isu-isu seputar kota, politik, dan tentu saja sepak bola Indonesia. Setiap halaman dalam zine ini membawa pesan kuat dari tribun stadion, menunjukkan bahwa suporter bukan hanya sekadar penonton, tetapi bagian integral dari budaya sepak bola.
Konsumsi merchandise band indie bawah tanah, juga termasuk dalam ranah kekinian. Bagi para penggemarnya, kaos adalah ruang bersuara dan memberi dukungan. Supaya suatu gaya (style) menjadi populer dan berpengaruh, ia harus mampu menyampaikan pesan yang relevan secara sosial dan berdaya tarik kuat pada waktu yang tepat. Secara sederhana, kaos band menjembatani musisi dan penggemar dengan semangat apresiasi dan saling support dalam ekosistem skena musik. Sifat koleksi dan sirkulasi ekonominya pun merata, bisa diakses oleh banyak orang, bahkan tidak hanya fans band tersebut. Kaos band juga kerap hadir sebagai hadiah atau cara seorang teman mengenalkan band favoritnya pada orang lain.
Menjembatani masa lalu dan masa kini, terdapat instalasi bungkus teh dan rokok yang menghidupkan kembali desain klasik Indonesia. Desain bungkus teh menggambarkan imaji modern yang menampilkan realitas lokal, bahkan dipengaruhi oleh budaya spiritual dengan simbol-simbol keberuntungan. Koleksi arsip label teh yang dipamerkan pada bagian ini, sebagian besar berasal dari Ibnu Wibi Winarko, yang merangkumnya dalam Buku Kenang-Kenangan Teh yang berisi label dari periode 1928-1963. Koleksi label bungkus rokok juga turut dipamerkan berkat kontribusi dari komunitas Grafis Nusantara. Meski memiliki fungsi utama sebagai merek dagang, label rokok ini adalah cerminan dari sistem sosial-budaya masyarakat serta identitas lokal pada masanya. Melalui koleksi ini, keduanya—teh dan rokok—menjadi medium yang menghubungkan grafis masa lalu dan masa kini. Keduanya berkontribusi dalam perkembangan bahasa seni grafis kontemporer.
Seni cetak grafis dekat dengan pengalaman langsung. Terutama ketika Anda mencoba bermain bersama teman-teman Komunitas Board Game Yogyakarta (Koboy). Materialitas permainan papan telah mengaktivasi berbagai variasi pengalaman. Permainan papan turut melibatkan medium sentuhan dan visual. Bentuk, berat, tekstur, dan struktur artefaknya secara keseluruhan memengaruhi pengalaman kita dalam bermain. Ilustrasi, desain grafis, desain komponennya, dan artistik boksnya adalah bagian dari seni tersendiri yang mampu menarik kita ke dalam permainan atau justru membuat kita menjauhinya. Tidak hanya itu, setiap judul permainan menumbuhkan momen-momen sosialitas dengan elemen narasi, aturan (rule), dan dorongan imajinasi para pemain. Sosialitas ini tentu tidak hanya ada pada permainan papan, tetapi saya yakin bahwa permainan papan sangat piawai dalam memungkinkan terjadinya interaksi yang menyenangkan.
Bagian terakhir, terkait dengan produksi dan teknologi cetak, mengilustrasikan bagaimana karya seni cetak tercipta melalui teknik, alat, dan inovasi teknologi yang berkembang seiring waktu. Proses ini mencerminkan kemajuan dalam industri dan kreativitas seni cetak. Di ruang ini, terdapat sebuah area khusus yang didedikasikan untuk ini, pertama film dan ruang studio dengan aktivasi beberapa mesin cetak. Film yang ditayangkan menampilkan teknik seni cetak seperti sablon, litografi, aquatint, etsa, dan cukil burin dengan cara yang menghibur. Di area studio, ada berbagai jenis aktivasi mesin cetak, termasuk mesin etsa, mesin sablon, alat stempel, dan printer. Dengan menjelajahi bermacam rupa pada bagian ini, kita dapat melihat lebih dekat dan memahami ragam teknologi yang digunakan dalam seni cetak.